Widian
Widian
  • Oct 2, 2020
  • 1081

Kejati Sulsel Dipraperadilankan, Salasa: Keterangan Palsu Lurah Rantekalua Bisa Dipolisikan

Kejati Sulsel Dipraperadilankan, Salasa: Keterangan Palsu Lurah Rantekalua Bisa Dipolisikan
Suasana saat persidangan

TANA TORAJA - Pasca penyitaan tanah di mapongka oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) yang dinilai menyalahi aturan KUHAP pasal 38, masyarakat adat melakukan eksepsi gugatan praperadilan terhadap Kejati Sulsel di Pengadilan Negeri Makale, Jumat (2/10/2020).

Sidang Praperadilan yang dilakukan dari tanggal 28 September 2020 sampai tanggal 1 oktober 2020 melalui pendampingan kuasa hukum Salasa Albert dengan menghadirkan para saksi ahli tokoh adat dan saksi fakta.

Selepas persidangan terakhir kemarin hari Kamis (1/10/2020), Salasa Albert selaku kuasa hukum pemohon praperadilan mengatakan jika dalam persidangan terbukti bahwa pelaksanaan penyitaan yang dilakukan kejaksaan tinggi sulawesi selatan telah melanggar KUHAP.

"Telah terbukti bahwa dalam pelaksanaan sita kejati atas SHM dan tanah klien kami, melanggar KUHAP karena turunan Berita Acara (BA) sita atas 7 SHM dan tanah  tidak dibacakan dan tidak diberikan kepada tersita dan lurah Rantekalua", ungkap Salasa.

Lanjutnya, bahwa bahkan dalan rekaman pembicaraan pada tanggal 14 agustus 2020, ketika pemohon praperadilan (pp) meminta salinan BA sita itu, penyidik menolak tegas memberikan dengan alasan tidak ada kewajiban dan tidak diatur dalam KUHAP sementara dalam pasal 129 KUHAP mengatur kewajiban mengenai penyidik wajib memberikan turunan BA sita itu.

"Pada kesaksian Robinson sebagai Lurah Rantekalua yang dijadikan saksi oleh Kejati juga telah mengakui hal yang menyatakan pembenaran akan BA yang ditanda tanganinya", tandas Salasa.

Namun menurut Salasa bahwa tampaknya termohon praperadilan (tp) mengajari lurah untuk mengatakan BA sita sudah di tanda tangani.  Padahal setelah hakim tunggal Roland Samosir periksa BA sita ternyata tanda tangan lurah tak ada. Tetapi kuasa hukun kejati dan lurah ngotot menyatakan bahwa ada tanda tangan lurah, namun faktanya tidak ada.

"Jadi lurah bisa kami polisikan yang telah memberikan keterangan palsu dibawah sumpah di depan persidangan", jelas Salasa.

Dan mengenai papan plang sita yang berisi perintah penyidik menurut Salasa Albert bahwa  terbukti baik melalui penglihatan 3 saksi Pemohon Praperadilan (PP)  dan 3 saksi Termohon Praperadilan (TP),   tidak ada ira ira untuk keadilan. Pada hal menurut filosofi doktrin hukum pidana  tindakan penyidik dalam melakukan tindakan penyidikan harus berdasarkan KUHAP dan ira ira demi keadilan.

"Telah terbukti pula asal SHM dari tanah adat warisan peninggalan keturunan dari nenek Tobo kepada Johana Batara Sosang yang menurut ahli adat toraja bernama Tilang Tandirerung (pong Barumbun), bahwa  tanah adat tidak bisa beralih kepemilikan kepada siapapun  termasuk di jadikan hutan oleh Kehutanan", urai Salas.

Dalam keterangan Tilang Tandirerung (Pong Barumbun) selaku saksi ahli adat, juga menjelaskan bahwa segala macam peninggalan sejarah seperti kuburan tua atau liang lahat dalam sebuah lokasi menandakan jika wilayah sekitar itu adalah kepemilikan dari orang yang dikubur dalam liang lahat tersebut.

"Adanya sebuah kuburan pada suatu wilayah adat di Toraja menandakan bahwa lokasi tempat kuburan dan wilayah sekitarnya tersebut merupakan wilayah penguasaan dari rumpun keluarga berdasarkan tatanan adat masyarakat pada wilayah itu", ungkap Tilang Tandirerung, dihadapan hakim.

Diketahui sidang Putusan Praperadilan tersebut akan dilaksanakan pada hari Senin (5/10/2020).
(Widian)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU